A mobile-responsive minimalist wp theme converted for Blogger

This is an example of a Blogger page, you could edit this to put information about yourself or your site so readers know where you are coming from. Find out more

Jumat, 27 September 2013

Ketika Saya Berdoa, Siapa yang Mengabulkan Doa saya?

Unknown | 06.37.00 | No comments
Ketika Saya Berdoa, Siapa yang Mengabulkan Doa saya?

Ada sebait puisi dari Jack London yang saya suka:

Saya lebih suka menjadi abu daripada debu!

Saya lebih suka abu saya terbakar dalam kobaran membara daripada dipadamkan oleh kayu yang busuk.

Saya lebih suka menjadi meteor yang menakjubkan, setiap atom saya berkilau cemerlang, daripada menjadi planet yang mengantuk dan permanen.

Fungsi sepatutnya dari manusia adalah hidup, bukan sekedar ada.

Saya tidak akan membuang-buang hari saya dengan berupaya memperpanjangnya, saya akan memanfaatkan waktu saya.

Tulisan Jack London diatas bagi saya menarik! Mengapa menarik? Karena mengingatkan saya akan tindakan dalam hari ini.

Banyak dari manusia yang berpikir tentang masa depan, bahkan mencemaskannya. Apa yang perlu dicemaskan? Toh mau tidak mau, suka tidak suka, setuju tidak setuju, kehidupan ini akan berjalan ke depan, akan menuju ke masa depan.

Lalu belajar vibrasi? Untuk apa? Agar masa depan cemerlang?

Ada seorang ‘guru aneh’ yang selalu berlaku aneh untuk memberikan pelajaran berharga kepada orang yang terbuka pikiran dan hatinya. Pada suatu hari ‘guru aneh’ tersebut melakukan aksi berjalan mundur dalam kegiatan sehari-harinya. Masyarakat sekitar yang sudah mengetahui bahwa orang tersebut adalah orang aneh, maka mereka membiarkan saja dan menganggap bahwa tindakan-tindakan dari orang tersebut selalu aneh.

Namun bagi orang yang terbuka pikiran dan hatinya, tindakan orang aneh tersebut merupakan sebuah ‘sinyal pelajaran’ yang harus dipahami.

"Guru! Saya yakin ada yang ingin kamu sampaikan. Mengapa anda berjalan mundur?"

Dengan tenang ‘guru aneh’ tersebut menjawab, "Banyak orang yang berpikir akan kemana kehidupan ini menuju. Aku lebih suka merenungkan dari mana kehidupan ini berasal"

"Mengapa demikian guru?"

"Saat kau menemukan dalam renunganmu darimana kehidupan ini berasal, maka jawaban tentang kemana kehidupan ini menuju akan jelas terpampang!"

Jadi ketika anda berdoa, saya berdoa, dan doa tersebut terwujud, siapa yang mengabulkan doa kita?

Banyak yang mencari jawaban mengapa doa tidak terkabulkan. Kemudian muncul berbagai macam metode untuk menjelaskan mekanisme doa. Terlebih lagi kemudian mencoba menjelaskan peran Tuhan dalam terwujudnya keinginan manusia.

Sekali lagi, bagi saya, saya tidak tertarik dengan bagaimana doa terkabulkan dan siapa yang mengabulkan doa. Sebagaimana ‘guru aneh’ pada cerita diatas, saya lebih tertarik untuk merenungkan tindakan bermanfaat apa yang dapat saya lakukan untuk hari ini.

Banyak orang berdebat tentang apa yang diyakininya dan diperdebatkan kepada keyakinan orang lain. Padahal segala sesuatu menjadi sederhana saat kita melihat bahwa seluruh kehidupan ini adalah aliran kasih sayang yang tidak pernah putus.

Apapun yang kamu yakini, itulah yang terjadi!

Beberapa orang yang saya kenal dengan kejernihan dan ketenangan batinnya bahkan pernah berkata bahwa doa dalam arti meminta menjadi tidak begitu penting ketika seseorang telah menyadari bahwa dirinya berlimpah berkah kehidupan. Kemudian yang mereka lakukan hanyalah bersyukur atas apapun yang ia dapatkan dalam kehidupan.

Syukur yang dilakukan adalah dengan selalu bertindak dengan landasan welas asih kepada semua hal yang dihadapi.

Apabila sudah menyadari aliran welas asih kehidupan, masihkah kita bertanya, siapa yang mengabulkan doa saya? Bukankah pertanyaan itu sudah ditenggelamkan oleh langkah-langkah saat ini dalam balutan kasih sayang kehidupan?

Jumat, 01 Februari 2013

Apakah Jiwa Itu?

Unknown | 07.18.00 | 1 comment
Aku tidak mengerti mau menulis apa. Hanya kegundahan tentang kehidupan. Apakah hidup sekedar mencari makan? Hewan pun mencari makan. Apakah hidup hanya untuk kepuasan seks? Hewan pun demikian. Apakah hanya tidur? Hewan pun tidur. Jiwa yang ada pada hewan sama yang ada pada manusia. Jiwa hanya menghidupi. Ia netral adanya. Bagaikan energi listrik. Tidak terlihat tetapi bisa menggerakkan benda. Bohlam tersebut dinyatakan menyala jika energi listrik ada. Itulah bukti bahwa ada aliran. Saat bohlam tidak dialiri energi listrik, tidak ada bukti bahwa bohlam tersebut baik atau tidak.

Listrik inilah jiwa pada manusia. Saat badan mati, listrik tetap eksis. Listrik tidak kemana mana. Ia akan mencari bohlam lagi. Hanya berganti model bohlam. Jiwa juga hanya akan mencari badan baru untuk eksis di dunia. Sayangnya jiwa sering terjebak dalam mind manusia. Ia tidak bisa bebas. Saat mind tidak terikat lagi dengan kecintaan duniawi, sang jiwa bebas merdeka. Itulah yang disebut moksha. Sang jiwa bebas merdeka. Mengapa demikian?

Tiada seorang pun bisa menjawab. Apakah jiwa lahir dan mati? Tidak juga. Ia tidak lahir ataupun mati. Mungkin Anda akan berargumen bahwa itulah Tuhan. Anda akan bersikeras, bukan hanya Tuhan yang tidak lahir ataupun mati. Semua masih asumsi dari keterbatasan pikiran manusia. Bukan dari pengalaman. Ketika ada seorang manusia sudah mengalami, Ia akan melihat kehidupan sebagai sesuatu yang indah. Semua berjalan sebagaimana adanya. Tidak mengherankan saat Sidharta Gautama melihat dan memaknai kehidupan demikian adanya. Tidak ada yang buruk dan baik. Yang ada hanya yang sadar dan yang tidak.

Mereka yang sadar akan hidup selaras dengan alam. Bersahabat dengan alam. Sebaliknya yang tidak sadar, Ia merasa bukan bagian dari alam. Mereka bisa berbuat semaunya. Alhasil, dunia pun rusak akibat ulahnya. Dia sang penguasa semesta senantiasa mengirimkan utusan Nya untuk mengingatkan. Demikian setiap zaman akan selalu datang utusan Nya.

Setiap utusan selalu berupaya mengingatkan jati diri manusia sesungguhnya. Ia lah pemilik semesta ini. Badannya bisa eksis jika mampu menjaga kelestarian lingkungan. Tanpa adanya,lingkungan yang mendukung, manusia tidak bisa hidup. Jiwa bisa berkembang jika badan merasakan ketentraman. Badan yang belum merasakan kenyamanan duniawi tidak berkembang juga. Saat badan sudah merasakan kenyamanan suatu ketika mengalami kejenuhan. Dan pikirannya akan mencari sesuatu yang berbeda. Bukan lagi makan, tidur serta kenikmatan seksualitas.

Jiwa berkembang menuju kesempurnaan. Jiwa menuju kematangan. Bagaikan proses jenjang sekolah. Taman kanak, Sekolah Dasar dst, sampai akhirnya jadi doktor. Untuk menuju kematangan jiwa, Ia mesti mengalami mati dan lahir berulang kali. Pengulangan terjadi berulang kali. Hanya dia sendiri yang tahu kapan berakhirnya. Kadang setelah memahami rahasia tersebut, manusia seperti ini tetap lahir lagi. Yang perlu dicatat adalah bahwa kelahiran terebut atas kesadaran nya sendiri. Penuh dengan perencanaan yang matang. Bukan secara tidak diinginkan. Lahir dengan penuh kesadaran untuk tujuan kebaikan manusia lainnya.

Kamis, 31 Januari 2013

Ancaman bagi yang Mengolok-olok Al-Qur’an

Unknown | 21.31.00 | No comments
Siapa yang mengolok-olok Al-Qur’an?
Siapa yang mengolok-olok Tuhan semesta alam?
Siapa yang mengolok-olok Muhammad Rasulullah?
Bagaimana mereka bisa demikian? Sombongkah mereka itu?
Sesatkah mereka itu?

Sesungguhnya Tuhan Maha Tahu pada mereka itu, Tuhan Mendengar perkataan mereka itu. Tuhan sangat Faham sangat tahu persis siapa dia, siapa mereka itu.

Tuhan  Tahu, Mendengar atas olok-oloknya, Tuhan faham betul atas kesombongan mereka yang mahluk ciptaan-Nya itu.

Ahh....kalau Tuhan benar ada dan maha tahu, mana azab bentuk kemurkaan Tuhan padaku ?” Dia menentang demikian; oh sungguh “terlalu” mereka itu.

Jangan dikira Tuhan tidak akan mengazabnya. Jangan dikira dibiarkan dan tidak akan mendapat siksa azab. Bukan Tuhan tidak ada, bukan Tuhan tidak mendengar, bukan Tuhan tidak tahu siapa dia siapa mereka itu.

Ahh…itu omomg kosong, hanya manusia yang bodoh dungu yang percaya pada hal gaib tidak masuk diakal, yang percaya pada Tuhan yang tidak tampak adanya. Hanya orang tolol yang sejak orok sudah dininabobokkan dengan ayunan dan suapan kebodohan. Sungguh terlalu mereka itu dengan kata-katanya yang demikian; sungguh sudah sangat jauh kesesatannya.

Yah, biarlah mereka berkata, biarlah puas mereka dengan kesombongan dan merasa pintarnya, biarlah semakin jauh kesesatan dan kedurhakaannya.

Namun ketahuilah, berikut ini beberapa penjelasan, beberapa peringatan dan ketentuan ancaman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

1. Dan pada penciptaan dirimu dan pada mahluk bergerak yang bernyawa yang bertebaran (di bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk kaum yang meyakini.

2. Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, (yaitu) orang yang mendengar ayat-ayat Allah ketika dibacakan kepadanya, namun dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka peringatkanlah dia dengan azab yang pedih.

Itu tersurat di QS 45 ayat 4, 7dan 8; jelas dari firman itu Tuhan tahu persis akan adanya orang yang sombong mengingkari Tuhan dan ayat-ayat Nya. Dan ditegaskan bahwa bagi mereka akan mendapat azab yang pedih. Dan Tuhan Maha Mengetahui bahwa merekapun mengolok-olok; berikut ini Tuhan mengatakan:

"Dan apabila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka (ayat-ayat itu) dijadikan olok-olok. Merekalah yang akan menerima azab yang menghinakan." (QS.45:9)

Ditegaskan bahwa sipengolok-olok akan menerima azab yang menghinakan, neraka jahannam ancamannya. Berikut lanjutannya Tuhan mengatakan :

"Dihadapan mereka neraka jahannam, dan tidak akan berguna bagi mereka sedikitpun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula (bermanfaat) apa yang mereka jadikan sebagai pelindung-pelindung (mereka) selain Allah. Dan mereka akan mendapat azab yang besar."

"Ini (Al-Qur’an) adalah petunjuk. Dan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhannya, mereka akan mendapat azab berupa siksaan yang sangat pedih."

(Itu Firman-Nya, tertulis di QS 45 ayat 10 dan 11). Jadi jelas, pada dia atau pada mereka yang sombong yang mengolok-olok, yang mengingkari adalah bukannya Tuhan tidak tahu.

Dan sedangkan sesungguhnya pada mereka itu sudah terkunci pendengaran dan hatinya, tertutup mata penglihatannya. Sebagaimana berikut ini Tuhan menegaskan:

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya; dan Allah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah(membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran  (QS.45:23)

Demikian, semoga kita mengambil pelajaran. Bukankah nyata adanya yaitu pada sebagaian diantara kita jika sudah tersesat sepertinya sulit menerima informasi-informasi, sulit menghargai pendapat-pendapat, sulit menghormati pemikiran-pemikiran yang bermuatan tentang “kebenaran”;  bahkan  justru membodoh-bodohkan si penyampai.

Bagaimana menyikapi orang-orang yang demikian, yang mengolok-olok, yang membodoh-bodohkan pada orang yang beriman ?

Tuhan memberi perintah kepada orang beriman demikian ini :

"Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang beriman, hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah, karena Dia Allah akan membalas suatu kaum sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat." ( QS. 45:14)

Jadi Tuhan pasti memberi pembalasan kepada mereka. Maka dari itu bagi kita yang beriman sungguh sangat penting selalu mensyukuri nikmat iman yang telah Tuhan berikan. Karena betapa celakanya jika hati dikunci pendengaran disumbat  dan pada mata diletakkan tutup atas penglihatan;  sehingga menjadi sesat dan dibiarkan sesat. Dan semakin tersesat jauh.

Semoga bagi kita saudara sesama  akan senantiasa terbuka hati, tercurah hidayah iman. Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Aamiin

Azab Paling Besar Sering Dilakukan tanpa Disadari

Unknown | 21.21.00 | 5 comments
Apakah itu? Setiap insan memiliki satu tujuan satu dan sama: menemukan potensi dirinya. Apakah potensi diri manusia? Tidak jauh dari ayat: Tuhan lebih dekat dari urat lehermu

Berarti potensi diri manusia adalah menemukan keilahian dalam dirinya. Tuhan tidak ada di luar diri. Tidak ada keterpisahan antara diri manusia dengan Tuhan. Wajah Allah di barat, timur, dan dimana-mana. Melihat Tuhan dalam diri akan ber-refleksi keluar diri. Sesungguhnya semua manusia terhubungkan oleh medan energi yang satu adanya. Jika dikaitakan dengan ayat:
>Membunuh satu manusia sama saja membunuh seluruh umat manusia. Betapa luar biasa dan menyejukkan pesan Baginda Rasulullah SAW. Semoga manusia mengaplikasikan ayat yang mendamaikan sehingga terwujudlah kedamaian di bumi. Rahmat bagi semesta dengan kehadiran Baginda Rasulullah SAW.


Namun realita saat ini masih belum sesuai dengan amanat suci Baginda Rasulullah SAW. Banyak yang belum memahami keindahan amanat Baginda sudah berani menyebarkan. Alhasil, kekacauanlah yang terjadi. Yang sangat menyedihkan adalah bahwa tekanan yang diberikan tidak membangkitkan kemanusiaan dalam diri orang tersebut. Membangkitakan kemanusiaan berarti mengenal keilahian diri. Mengajak membela agama atau lembaga sama saja membunuh potensi keilahian yang seharusnya ditemukan.

Menciptakan ketakutan akan neraka dan memperbesar keinginan orang akan pahala surga semakin menjauhkan diri seseorang dari tujuan kelahiran. Secara tidak sadar orang yang mengajarkan hal tersebut membunuh tujuan kelahiran manusia yang diajaknya. Inilah azab atau kesalahan terbesar  yang tidak bisa terampuni. Menjerumuskan orang lain agar tidak menemukan keilahian dirinya. Bukan Tuhan lagi tujuannya. Si pengajak sudah mengajak orang lain untuk menuhankan kekuasaan duniawi. Betapa menakutkan hukuman yang akan diterimanya. Boleh saja orang seperti ini berdalil sampai berbusa mulutnya dan dikagumi oleh manusia jutaan, namun ia tidak sadar hukuman yang bakal diterimanya.

Jika ada yang menyangkal, silahkan saja. Semua kembali dipertanggung jawabkan oleh masing masing. Ayatnya juga sudah jelas. Jika sudah tahu tetapi berlagak tidak tahu, ia telah mengingkari amanat suci Baginda Rasulullah SAW. Apabila masih ada yang menggunakan ayat lain ntuk menyangkal hal tersebut, marilah kita lihat hasil akhirnya, rahmat bagi semesta atau bencana bagi umat manusia? Pilihan ada ditangan diri sendiri.

Manusia yang hanya mencari keuntungan golongan, kelompok, dan diri sendiri adalah jenis manusia yang masih berada di wilayah intelektual. Belum berada di wilayah intelejensia. Wilayah yang mengutamakan kepentingan banyak orang. Wilayah keilahian yang sesungguhnya juga inherent dalam diri manusia. Jika belum berada di wilayah ini, ia belum beranjak dari sifat alami, hewaniah.

Semoga kita diberkahi Dia Yang Maha pemberi rahmat sehingga selalu berjalan sebagaimana jalan ditempuh Baginda Rasulullah SAW

Makna Sebuah Kebahagiaan

Unknown | 08.09.00 | No comments
Banyak orang ingin bahagia, hidup enak tanpa kenal masa. Masa lalu, masa kini, dan masa depan kebahagiaaan selalu ada. Kebahagiaan, kata yang disuka oleh banyak orang. Kata tersebut menyatu dalam kehidupan umat manusia beserta jutaan kata yang lain. Kata kebahagiaan menjadi luar biasa ketika dirangkai dengan berbagai kata. Kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat, kebahagiaan materi, kebahagiaan intelektual, dan kebahagiaan lainnya.

Meski demikian, definisi kebahagiaan itu sendiri sering kali dipersempit dengan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Orang bekerja ingin uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Mereka ingin bahagia tercukupi kebutuhan dan membahagiakan keluarganya. Arti tersebut terpaku pada hal-hal itu saja.

Tidak hanya itu, banyak orang terkagum-kagum pada kebahagiaan prestasi namun lupa akan proses dari prestasi itu sendiri. Sedangkan proses dari prestasi lebih berharga dari prestasi itu sendiri. Dan proses dari prestasi, 85% merupakan hal yang gagal sedangkan 15% merupakan kesuksesan.

Banyak orang berkata jadilah orang pintar kaya dan memberi manfaat bagi semua. Semua deretan kata tersebut memang benar apa adanya. Mereka merasa telah menjadi orang biasa dan jalan hidup mereka tidak ingin diikuti. Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana jika kita di posisi tersebut kemudian hari. Kita tidak menjadi orang kaya, tidak menjadi orang besar, tidak menjadi pejabat. Masih bisakah kita menjadi seperti mereka yang diagungkan secara kasat mata dan oleh penghargaan material hukum positif. Masih bisakah kita bahagia dengan menjadi seperti mereka.

Dari hal tersebut, kita perlu menilik kehidupan orang-orang yang tidak dikenal. Mereka memiliki jasa yang sama dengan orang kaya dan sukses. Orang-orang di sekitar kita yang tiap harinya melakukan hal biasa yang sebetulnya luar biasa. Mereka ada namun sayangnya kita acapkali menyepelekan orang biasa tanpa terbesit mengambil hikmah dari mereka. Kita telah mengenal banyak orang besar, pemimpin baik itu perusahaan maupun pemerintahan, namun kita lupa dengan pekerja yang tiap harinya melayani keperluan orang penting tersebut.

Pekerja yang tiap hari bersihkan ruang kerja pimpinan. Meski pimpinan telah berganti-ganti namun dia masih berbakti dengan membersihkan ruang tersebut. Kebahagiaan orang tersebut adalah melayani pimpinan agar dapat bekerja secara maksimal.

Dari cerita tersebut, dapat diambil hikmah mengenai orang yang pekerjaannya biasa saja namun menjadi bagian dari hal yang luar biasa. Kisah selanjutnya mungkin dapat memberi pelajaran bagi kita untuk tidak mudah mengeluh dan putus asa. Zaman dahulu ada keluarga muda yang ditinggal oleh ayahnya. Ibu muda itu ditinggali dua pohon sawo. Setiap harinya ibu tersebut mengambil sawo tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hingga akhirnya ketiga anaknya sampai lulus sarjana. Kebahagiaan seorang ibu tersebut tentunya setara dengan seorang wanita karir yang sukses di bidangnya meski ibu tersebut adalah ibu rumah tangga.

Renungan berikutnya mengenai pengusaha yang membuka lowongan kerja bagi banyak orang. Namun tidakkah dilihat dari sisi pekerja, mereka juga berjasa bagi kelangsungan hidup perusahaan. Satu pekerja memang kurang berarti dalam memberi pengaruh dalam perusahaan. Namun jika jutaan buruh di Indonesia menjadi satu mereka merupakan satu kekuatan tangguh jika sepakat untuk mogok maka ambruklah ekonomi negara ini. Kita selalu diajak untuk menjadi pengusaha, namun lupa satu teori. Pengusaha butuh tenaga kerja dan hal tersebut tentunya membuat orang lain jadi pekerja.

Hikmah selanjutnya dari kompetisi pemimpin di negeri ini. Heran ketika banyak orang menyalahkan pemimpin ketika terjadi kekacauan dan kesalahan. Namun di sisi lain, banyak orang pula ingin menjadi pemimpin seolah mereka bisa mengubah negara dengan moto baik pemimpin baik pula rakyatnya. Dilihat dari sisi lain, pemimpin merupakan manajer. Jika baik yang diatur maka baik pula hasilnya. Jika hampir semua pegawai rajin dan jujur maka baik pula hasilnya. Namun jika pemimpin baik namun pegawainya ngawur, maka hancurlah pemerintahan itu. Pemimpin akan jadi korban lawan politik dengan alasan tidak bisa mengatur anak buahnya apalagi jika anak buahnya korupsi maka kenalah pemimpin itu.

Penilaian kebahagiaan manusia memang unik seperti melihat kotak kaca bening. Dilihat dari satu sisi terasa benar. Namun jika dilihat dari satu sisi lain lagi terlihat benar juga. Menjadi orang besar baik itu kekayaan, intelektual, dan jabatan adalah sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Mereka memiliki tanggungjawab sosial yang lebih besar dari orang lain. Tanggung jawab tersebut yaitu kekayaan untuk didermakan, wewenang untuk merubah buruk menjadi baik, dan intelektual untuk kemaslahatan ummat. Demikian pula, orang biasa memiliki semangat hidup luar biasa dengan keterbatasan. Mereka dihadirkan di dunia ini untuk menjaga kalimat inspirasi “keterbatasan bukan halangan untuk berprestasi” tetap ada. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan biasa yang dirasa dengan perasaan luar biasa.

Hidup adalah amanah. Apapun amanah yang diberikan hendaknya senantiasa dilakukan dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab. Karena semua amanah bernilai sama, yang berbeda adalah bagaimana konsistensi menjalankannya.

Renungan ini ditulis berangkat dari sebuah pertanyaan. Ada dua mahasiswa memiliki kemampuan sama. Mahasiswa satu beruntung anak orang kaya, dia dapat mengasah kreativitasnya dengan mengikuti banyak hal. Kursus berbagai bahasa, kuliah di luar negeri, dan banyak mengikuti kegiatan ini-itu dengan mudahnya. Mahasiswa satunya kurang beruntung, tiap harinya dia harus bekerja jika ingin lulus jadi sarjana. Banyak waktu tidak dipakai untuk belajar meski sebenarnya dia membutuhkannya. Sekali dia dapat kesempatan luar biasa, kendalanya kembali ke masalah dana. Pun dia tidak bisa melanjutkannya. Akhirnya dia menjadi seperti mahasiswa lain pada umumnya. Apakah keduanya sama atau berbeda? Mungkin catatan inilah jawabannya.